Karya: TIM B-KIR SMPN 1 KAUMAN
(Intan Yulia Sakti, Annisa Diyah Utami, Adinda Birllian Novarista, dan Wikan Ratri Asokha Wisnu Susilo Putri)
SMPN 1 KAUMAN PONOROGO
Suatu bangsa pasti mempunyai kebudayaan yang beraneka ragam. Setiap bangsa (negara) juga pasti memiliki kebudayaan dengan ciri khas tersendiri (berbeda). Dapat dikatakan juga, bahwa kebudayaan merupakan suatu indikator yang dapat menjadi identitas suatu bangsa. Dengan adanya budaya, manusia akan dapat merasakan kepuasan dan kesenangan tersendiri. Oleh karena itu, pada taraf kehidupan kebudayaan sekarang ini, kegiatan pembinaan dan pengembangan warisan budaya perlu dilakukan dan digiatkan secara terus menerus dan berkesinambungan.
Seperti yang tercantum dalam Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) 1993, bahwa “Kebudayaan Indonesia yang mencerminkan nilai-nilai luhur bangsa harus dipelihara, dibina, dan dikembangkan guna memperkuat penghayatan dan pengamalan Pancasila, meningkatkan kualitas hidup, memperkuat kepribadian bangsa, mempertebal rasa harga diri, dan kebanggaan nasional, memperkokoh jiwa persatuan dan kesatuan bangsa serta mampu menjadi penggerak bagi perwujudan cita-cita bangsa di masa depan.” (TAP MPR, 1993:99). Rasulullah SAW juga bersabda dalam sebuah hadist yang mengatakan, “Sesungguhnya Allah Maha Indah dan menyenangi keindahan”. Islam memposisikan seni dalam proporsi yang sebenarnya, dimana seni digunakan oleh manusia sebagai sarana untuk mengekspresikan fitrah diri mereka yang suci, karena seni ditemukan oleh jiwa manusia di dalam Islam sebagaimana Islam bertemu dengan seni di dalam jiwa manusia (Shihab, 1996:386).
Namun ironisnya di era globalisasi ini, masyarakat Indonesia, khususnya para generasi muda, lebih memilih gaya hidup modern dimana clubbing, menonton konser, menonton bioskop, berjalan-jalan di mall, karaoke, berbincang di caffé, dan lain-lain sudah menjadi aktivitas yang wajar dilakukan sehari-hari untuk mengisi waktu luang. Dengan munculnya gaya hidup tersebut, membuat masyarakat Indonesia mulai meninggalkan unsur-unsur tradisional bangsa. Khususya mempelajari huruf jawa.
Huruf jawa atau aksara jawa merupakan salah satu peninggalan budaya yang tak ternilai harganya. Jauh sebelum mengenal aksara jawa, sebenarnya bangsa Indonesia sudah memiliki aksara sendiri yaitu aksara kawi yang sudah digunakan di wilayah Jawa, Sumatra, dan Bali. Aksara kawi merupakan hasil pengembangan aksara pallawa dari
India Timur. Aksara kawi terus berkembang menjadi aksara jawa modern, atau disebut juga aksara Hanacaraka, yang mempunyai nama lain Carakan atau Cacarakan. Aksara jawa juga menjadi bukti nyata adanya jaman terdahulu sebelum adanya bangsa Indonesia.
Aksara Jawa juga memiliki nilai kemenarikan, yaitu merupakan lambang peradaban bangsa. Maksudnya aksara merupakan suatu hasil budaya manusia yang mempunyai arti penting dalam perkembangan kehidupan manusia. Sejak dikenalnya aksara, manusia tidak berbatas ruang dan waktu untuk menyampaikan ide dan gagasannya. Aksara juga membuat manusia memasuki era baru (era sejarah).
Selanjutnya aksara jawa juga mengandung nilai-nilai filosofis, yaitu dalam mempelajari aksara jawa tidak akan lepas dari nilai-nilai filosofis yang termuat dalam aksaranya. Sejak dari cerita atau legenda penciptaannya, urutan aksara, cara penulisan, dan lain-lain juga dimuat dalam nilai filosofis. Selain itu juga mempelajari aksara jawa dan nilai
ekonomisnya. Salah satu alasan mengapa masyarakat tidak mempelajari Aksara Jawa? karena dianggap tidak lagi mempunyai nilai ekonomis. Padahal ada beberapa keuntungan dalam mempelajari Aksara Jawa, antara lain:
- Kita bisa menjadi tenaga profesional sebagai transliterator (pengalih aksara), dari Aksara Jawa ke dalam aksara latin. Jasa alih tulis saat ini dihargai sangat tinggi. Sehingga jika konsisten dalam menjalankannya, maka profesi transliterator ini cukup menjanjikan. Aksara jawa juga bisa berfungsi sebagai ragam hias yang indah. Sehingga Aksara Jawa dapat dijadikan kaligrafi seperti halnya kaligrafi arab. Kaligrafi aksara jawa
mempunyai nilai jual jika mengandung estetika tinggi.
Namun sangat disayangkan, semua masyarakat khususnya generasi muda, tetap tidak merespon keuntungan dan manfaat yang dapat diraih dalam mempelajari Aksara Jawa. Jika keadaan ini dibiarkan, maka kemungkinan besar Aksara Jawa akan dilupakan oleh masyarakat Indonesia dan bahkan bisa diklaim oleh negara lain.
Dari fakta-fakta tersebut penulis mereformasi gagasan dengan mendirikan “SIRAJA (Edukasi Aksara Jawa)” Sebagai Media Pembelajaran Inovatif Pembebas Buta Aksara Jawa. Program tersebut bisa mengatasi tingginya angka masyarakat jawa yang buta akan aksara jawa. Program SI-RAJA (Edukasi Aksara Jawa), merupakan solusi untuk menarik perhatian dan kecintaan generasi muda dalam mempelajari huruf jawa (aksara jawa) dan membiasakan generasi muda untuk mengembangkan warisan budaya Indonesia hingga terkenal di mancanegara. Target untuk mencapai tujuan pembelajaran akan berhasil jika didukung oleh semua generasi muda dan masyarakat. Sebaliknya, target tujuan pembelajaran menjadi sulit tercapai ketika generasi muda enggan dan tidak antusias terhadap materi pembelajaran yang sudah disediakan.
Untuk mengatasi hal tersebut dibutuhkan sebuah metode pembelajaran yang tepat dan menyenangkan. Adapun metode atau strategi yang digunakan untuk mempromosikan program ini yaitu dengan cara:
- Socialization: yaitu tindakan sosialisasi untuk pengenalan program SIRAJA sebagai kegiatan awal yang dilakukan oleh semua pengurus program tersebut. Pada sosialisasi ini semua pengurus program berantusias
mempromosikan ke desa-desa melalui kuis (tanya jawab), pengenalan program komunitas tersebut, juga melalui media cetak seperti Koran, brosur, pamphlet, banner, dan lain-lain. Selain itu juga melalui sosialisasi
secara online di media sosial seperti instagram, facebook, twetter, BBM, youtube ,line, google+, dan lain-lain
- Regristration: pada kegiatan ini merupakan tahap lanjutan dari socialization, tahap ini dinyatakan berhasil dan mendapatkan respon positif dari masyarakat. Dimana pengurus program membuka pendaftaran untuk semua masyarakat yang ingin bergabung dengan komunitas SI-RAJA.
Program atau kegiatan nyata dari komunitas Si-RAJA (Edukasi Aksara Jawa adalah sebagai berikut:
- Wayang Edukatif
Mengenalkan sejarah Aksara jawa melalui teks cerita narasi wayang asal-usul Aksara Jawa dengan paraga Ajisaka sebagai tokok sentral, Dora dan Sembada sebagai pendamping Ajisaka, serta Raja Dewata Cengkar yang suka memakan daging manusia dengan narator limbuk dan cangik. Sedangkan isi dari cerita asal-usul Aksara Jawa
yaitu:
Kawiwitan cerita Ajisaka, sawenehe nom-noman sing asale saka tanah Hindia. Ajisaka, kepengen ngubengi jagad kanggo golek ilmu. Papan panggonan sing dituju yaiku tanah Jawa. Tindake Ajisaka dikancani bature cacah loro jenenge Dora lan Sembada. Sadurunge tekan ing tanah Jawa, Ajisaka karo bature loro mau tekan ing sawijining pulau cilik sing arane pulo Macethi. Amarga durung ngerti ing ngendi papan panggonane tanah Jawa. Mula salah siji abdine ditinggal ana ing pulo Macethi kanthi dititipi lan dikongkon anjaga keris, dene pesene sapa bae sing arep anjupuk keris aja ngampi diwenehake yen sing anjupuk mau dudu Ajisaka dewe. Akhire Ajisaka nerusake laku nganti teko ing tlatah Medang Kawulan kang dipandhegani dening Prabu Dewata Cengkar sing demen mangan daging manungsa utamane bocah sing isih taruna.
Nuju sawijining dina Ajisaka mampir ing salah sawijining omahe warga sing anake bar wae dijupuk dening prajurite Prabu Dewata Cengkar. Deweke karo nangis marang Ajisaka. Amarga welas Ajisaka akhire paring tetulung marang keluarga mau, Ajisaka banjur nemoni Prabu Dewata Cengkar lan deweke gelem dadi gantine bocah mau kanthi syarat lemah kanggo ngubur deweke kudu sak dawane sorban sing di enggo Ajisaka mau. Prabu Dewata Cengkar milih Ajisaka amarga nggantenge Ajisaka.
Pungkase cerita, akhire sorbane diculke saka sirahe Ajisaka banjur di jembreng lan Prabu Dewata Cengkar mlaku mundur ngindari sorbane Ajisaka nganti teka pesisir segara Kidul akhire sorban mau dikebatake lan ngeneki Prabu Dewata Cengkar banjur nyebabake Prabu Dewata Cengkar kecemplung ing segara mau. Eloke nalika Prabu Dewata Cengkar kenek banyu segara deweke malih dadi baya putih. Kraton Medang Kawulan komplang merga prabu Dewata Cengkar wis muksa banjur Ajisaka diangkat jadi raja ing Medang Kawulan. Sawijining dina Prabu Ajisaka ngutus Dora supaya anjupuk keris sing dijaga deneng Sembada ing pulo Macethi sawise
ketemu Dora banjur eyel-eyelan kanggo Sembada babakan keris mau. Merga ora enek sing ngalah karo kelorone banjur adu kesaktian kang akhire nyebabake loro-lorone seda. Ajisaka ing Medang Kamulan kelingan marang Dora lan Sembada amarga kalorone ora sowan-sowan sawetara suwi. Akhire Prabu Ajisaka mara menyang Pulo
Macethi lan nemoni abdi lelarane wis dadi mayet. Kanggo nengeri peristiwa kui banjur cinepta Aksara Jawa dene isine yaiku:
1. Ha Na Ca Ra Ka : kang tegese ana utusan.
2. Da Ta Sa Wa La : kang tegese padha regejekan
3. Pa Da Ja Ya Nya : tegese pada sektine
4. Ma Ba Tha Nga : tegese pada dadi bathange
2. Gambar Inovatif
Membuat permainan melalui penyusunan gambar aksara jawa, yaitu dengan membuat kelompok. Misalnya, jika dalam program ini memiliki siswa sebanyak dua puluh, maka dijadikan empat kelompok yang berisi lima orang. Dari masing-masing kelompok dipandu satu mentor. Mentor tersebut akan menjelaskan cara menulis aksara
jawa,s andhangan aksara jawa dan contoh kalimat aksara jawa. Jika semua murid mengerti apa yang dimaksud, mentor akan melakukan tes terhadap masing-masing kelompok melalui permainan yang sudah dijelaskan di atas.
3. Tukar Kartu Pintar
Melakukan sesi tanya jawab dengan berpasangan. Selanjutnya mentor memberi instruksi untuk membuat kartu pertanyaan. Setelah itu tiap-tiap kelompok menukarkan kartu pertanyaan tersebut, sehingga setiap murid bisa mengasah pola pikirnya dan mendalami lebih lanjut tentang aksara jawa .
Keunggulan program SI-RAJA (Edukasi Aksara Jawa) antara lain yaitu:
membuat aksara jawa lebih dikenal oleh masyarakat luas sampai mancanegara. Selain itu melalui gagasan di atas juga dapat menjadikan aksara jawa sebagai bahasa yang diminati oleh semua orang, membantu menyelesaikan buta aksara jawa, dapat membuka lowongan pekerjaan baru, dan jika semua masyarakat Indonesia menyukai aksara jawa, bahasa tersebut bisa menjadi ciri khas bangsa Indonesia.
Adapun kekurangan dari program tersebut yakni masih berupa opini dan belum diterapkan di kalangan masyarakat. Maka dari itu penulis berharap kepada pemerintah untuk menindaklanjuti hal ini dan mensosialisasikan kepada masyarakat dan membantu merealisasikannya.
Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa dengan adanya beberapa program yang telah dicantumkan di atas, masyarakat khususnya generasi muda dapat mengetahui bagaimana proses terbentuknya aksara jawa, arti penting mempelajari aksara jawa, dan bagaimana melestarikan warisan budaya untuk perkembangan dan
peradaban bangsa.
Gambar kegiatan program “SI-RAJA (Edukasi Aksara Jawa)” :
Model Kartu Pintar Pembelajaran AKSARA JAWA:
DAFTAR PUSTAKA:
MPR RI. 1993. GBHN, Ketetapan MPR RI No. II/MPR/1993, Cetakan Kedua.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Rahman, Fazlur. 2009. Hadist Rosululloh. Yogyakarta: PT Tiara Wacana.
Shihab, Quraish. 1996. Islam dan Seni. Jakarta: Republika.
Des 29 2018
“SI-RAJA (EDUKASI AKSARA JAWA)” SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN INOVATIF PEMBEBAS BUTA AKSARA JAWA
Karya: TIM B-KIR SMPN 1 KAUMAN
(Intan Yulia Sakti, Annisa Diyah Utami, Adinda Birllian Novarista, dan Wikan Ratri Asokha Wisnu Susilo Putri)
SMPN 1 KAUMAN PONOROGO
Suatu bangsa pasti mempunyai kebudayaan yang beraneka ragam. Setiap bangsa (negara) juga pasti memiliki kebudayaan dengan ciri khas tersendiri (berbeda). Dapat dikatakan juga, bahwa kebudayaan merupakan suatu indikator yang dapat menjadi identitas suatu bangsa. Dengan adanya budaya, manusia akan dapat merasakan kepuasan dan kesenangan tersendiri. Oleh karena itu, pada taraf kehidupan kebudayaan sekarang ini, kegiatan pembinaan dan pengembangan warisan budaya perlu dilakukan dan digiatkan secara terus menerus dan berkesinambungan.
Seperti yang tercantum dalam Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) 1993, bahwa “Kebudayaan Indonesia yang mencerminkan nilai-nilai luhur bangsa harus dipelihara, dibina, dan dikembangkan guna memperkuat penghayatan dan pengamalan Pancasila, meningkatkan kualitas hidup, memperkuat kepribadian bangsa, mempertebal rasa harga diri, dan kebanggaan nasional, memperkokoh jiwa persatuan dan kesatuan bangsa serta mampu menjadi penggerak bagi perwujudan cita-cita bangsa di masa depan.” (TAP MPR, 1993:99). Rasulullah SAW juga bersabda dalam sebuah hadist yang mengatakan, “Sesungguhnya Allah Maha Indah dan menyenangi keindahan”. Islam memposisikan seni dalam proporsi yang sebenarnya, dimana seni digunakan oleh manusia sebagai sarana untuk mengekspresikan fitrah diri mereka yang suci, karena seni ditemukan oleh jiwa manusia di dalam Islam sebagaimana Islam bertemu dengan seni di dalam jiwa manusia (Shihab, 1996:386).
Namun ironisnya di era globalisasi ini, masyarakat Indonesia, khususnya para generasi muda, lebih memilih gaya hidup modern dimana clubbing, menonton konser, menonton bioskop, berjalan-jalan di mall, karaoke, berbincang di caffé, dan lain-lain sudah menjadi aktivitas yang wajar dilakukan sehari-hari untuk mengisi waktu luang. Dengan munculnya gaya hidup tersebut, membuat masyarakat Indonesia mulai meninggalkan unsur-unsur tradisional bangsa. Khususya mempelajari huruf jawa.
Huruf jawa atau aksara jawa merupakan salah satu peninggalan budaya yang tak ternilai harganya. Jauh sebelum mengenal aksara jawa, sebenarnya bangsa Indonesia sudah memiliki aksara sendiri yaitu aksara kawi yang sudah digunakan di wilayah Jawa, Sumatra, dan Bali. Aksara kawi merupakan hasil pengembangan aksara pallawa dari
India Timur. Aksara kawi terus berkembang menjadi aksara jawa modern, atau disebut juga aksara Hanacaraka, yang mempunyai nama lain Carakan atau Cacarakan. Aksara jawa juga menjadi bukti nyata adanya jaman terdahulu sebelum adanya bangsa Indonesia.
Aksara Jawa juga memiliki nilai kemenarikan, yaitu merupakan lambang peradaban bangsa. Maksudnya aksara merupakan suatu hasil budaya manusia yang mempunyai arti penting dalam perkembangan kehidupan manusia. Sejak dikenalnya aksara, manusia tidak berbatas ruang dan waktu untuk menyampaikan ide dan gagasannya. Aksara juga membuat manusia memasuki era baru (era sejarah).
Selanjutnya aksara jawa juga mengandung nilai-nilai filosofis, yaitu dalam mempelajari aksara jawa tidak akan lepas dari nilai-nilai filosofis yang termuat dalam aksaranya. Sejak dari cerita atau legenda penciptaannya, urutan aksara, cara penulisan, dan lain-lain juga dimuat dalam nilai filosofis. Selain itu juga mempelajari aksara jawa dan nilai
ekonomisnya. Salah satu alasan mengapa masyarakat tidak mempelajari Aksara Jawa? karena dianggap tidak lagi mempunyai nilai ekonomis. Padahal ada beberapa keuntungan dalam mempelajari Aksara Jawa, antara lain:
mempunyai nilai jual jika mengandung estetika tinggi.
Namun sangat disayangkan, semua masyarakat khususnya generasi muda, tetap tidak merespon keuntungan dan manfaat yang dapat diraih dalam mempelajari Aksara Jawa. Jika keadaan ini dibiarkan, maka kemungkinan besar Aksara Jawa akan dilupakan oleh masyarakat Indonesia dan bahkan bisa diklaim oleh negara lain.
Dari fakta-fakta tersebut penulis mereformasi gagasan dengan mendirikan “SIRAJA (Edukasi Aksara Jawa)” Sebagai Media Pembelajaran Inovatif Pembebas Buta Aksara Jawa. Program tersebut bisa mengatasi tingginya angka masyarakat jawa yang buta akan aksara jawa. Program SI-RAJA (Edukasi Aksara Jawa), merupakan solusi untuk menarik perhatian dan kecintaan generasi muda dalam mempelajari huruf jawa (aksara jawa) dan membiasakan generasi muda untuk mengembangkan warisan budaya Indonesia hingga terkenal di mancanegara. Target untuk mencapai tujuan pembelajaran akan berhasil jika didukung oleh semua generasi muda dan masyarakat. Sebaliknya, target tujuan pembelajaran menjadi sulit tercapai ketika generasi muda enggan dan tidak antusias terhadap materi pembelajaran yang sudah disediakan.
Untuk mengatasi hal tersebut dibutuhkan sebuah metode pembelajaran yang tepat dan menyenangkan. Adapun metode atau strategi yang digunakan untuk mempromosikan program ini yaitu dengan cara:
mempromosikan ke desa-desa melalui kuis (tanya jawab), pengenalan program komunitas tersebut, juga melalui media cetak seperti Koran, brosur, pamphlet, banner, dan lain-lain. Selain itu juga melalui sosialisasi
secara online di media sosial seperti instagram, facebook, twetter, BBM, youtube ,line, google+, dan lain-lain
Program atau kegiatan nyata dari komunitas Si-RAJA (Edukasi Aksara Jawa adalah sebagai berikut:
Mengenalkan sejarah Aksara jawa melalui teks cerita narasi wayang asal-usul Aksara Jawa dengan paraga Ajisaka sebagai tokok sentral, Dora dan Sembada sebagai pendamping Ajisaka, serta Raja Dewata Cengkar yang suka memakan daging manusia dengan narator limbuk dan cangik. Sedangkan isi dari cerita asal-usul Aksara Jawa
yaitu:
Kawiwitan cerita Ajisaka, sawenehe nom-noman sing asale saka tanah Hindia. Ajisaka, kepengen ngubengi jagad kanggo golek ilmu. Papan panggonan sing dituju yaiku tanah Jawa. Tindake Ajisaka dikancani bature cacah loro jenenge Dora lan Sembada. Sadurunge tekan ing tanah Jawa, Ajisaka karo bature loro mau tekan ing sawijining pulau cilik sing arane pulo Macethi. Amarga durung ngerti ing ngendi papan panggonane tanah Jawa. Mula salah siji abdine ditinggal ana ing pulo Macethi kanthi dititipi lan dikongkon anjaga keris, dene pesene sapa bae sing arep anjupuk keris aja ngampi diwenehake yen sing anjupuk mau dudu Ajisaka dewe. Akhire Ajisaka nerusake laku nganti teko ing tlatah Medang Kawulan kang dipandhegani dening Prabu Dewata Cengkar sing demen mangan daging manungsa utamane bocah sing isih taruna.
Nuju sawijining dina Ajisaka mampir ing salah sawijining omahe warga sing anake bar wae dijupuk dening prajurite Prabu Dewata Cengkar. Deweke karo nangis marang Ajisaka. Amarga welas Ajisaka akhire paring tetulung marang keluarga mau, Ajisaka banjur nemoni Prabu Dewata Cengkar lan deweke gelem dadi gantine bocah mau kanthi syarat lemah kanggo ngubur deweke kudu sak dawane sorban sing di enggo Ajisaka mau. Prabu Dewata Cengkar milih Ajisaka amarga nggantenge Ajisaka.
Pungkase cerita, akhire sorbane diculke saka sirahe Ajisaka banjur di jembreng lan Prabu Dewata Cengkar mlaku mundur ngindari sorbane Ajisaka nganti teka pesisir segara Kidul akhire sorban mau dikebatake lan ngeneki Prabu Dewata Cengkar banjur nyebabake Prabu Dewata Cengkar kecemplung ing segara mau. Eloke nalika Prabu Dewata Cengkar kenek banyu segara deweke malih dadi baya putih. Kraton Medang Kawulan komplang merga prabu Dewata Cengkar wis muksa banjur Ajisaka diangkat jadi raja ing Medang Kawulan. Sawijining dina Prabu Ajisaka ngutus Dora supaya anjupuk keris sing dijaga deneng Sembada ing pulo Macethi sawise
ketemu Dora banjur eyel-eyelan kanggo Sembada babakan keris mau. Merga ora enek sing ngalah karo kelorone banjur adu kesaktian kang akhire nyebabake loro-lorone seda. Ajisaka ing Medang Kamulan kelingan marang Dora lan Sembada amarga kalorone ora sowan-sowan sawetara suwi. Akhire Prabu Ajisaka mara menyang Pulo
Macethi lan nemoni abdi lelarane wis dadi mayet. Kanggo nengeri peristiwa kui banjur cinepta Aksara Jawa dene isine yaiku:
1. Ha Na Ca Ra Ka : kang tegese ana utusan.
2. Da Ta Sa Wa La : kang tegese padha regejekan
3. Pa Da Ja Ya Nya : tegese pada sektine
4. Ma Ba Tha Nga : tegese pada dadi bathange
2. Gambar Inovatif
Membuat permainan melalui penyusunan gambar aksara jawa, yaitu dengan membuat kelompok. Misalnya, jika dalam program ini memiliki siswa sebanyak dua puluh, maka dijadikan empat kelompok yang berisi lima orang. Dari masing-masing kelompok dipandu satu mentor. Mentor tersebut akan menjelaskan cara menulis aksara
jawa,s andhangan aksara jawa dan contoh kalimat aksara jawa. Jika semua murid mengerti apa yang dimaksud, mentor akan melakukan tes terhadap masing-masing kelompok melalui permainan yang sudah dijelaskan di atas.
3. Tukar Kartu Pintar
Melakukan sesi tanya jawab dengan berpasangan. Selanjutnya mentor memberi instruksi untuk membuat kartu pertanyaan. Setelah itu tiap-tiap kelompok menukarkan kartu pertanyaan tersebut, sehingga setiap murid bisa mengasah pola pikirnya dan mendalami lebih lanjut tentang aksara jawa .
Keunggulan program SI-RAJA (Edukasi Aksara Jawa) antara lain yaitu:
membuat aksara jawa lebih dikenal oleh masyarakat luas sampai mancanegara. Selain itu melalui gagasan di atas juga dapat menjadikan aksara jawa sebagai bahasa yang diminati oleh semua orang, membantu menyelesaikan buta aksara jawa, dapat membuka lowongan pekerjaan baru, dan jika semua masyarakat Indonesia menyukai aksara jawa, bahasa tersebut bisa menjadi ciri khas bangsa Indonesia.
Adapun kekurangan dari program tersebut yakni masih berupa opini dan belum diterapkan di kalangan masyarakat. Maka dari itu penulis berharap kepada pemerintah untuk menindaklanjuti hal ini dan mensosialisasikan kepada masyarakat dan membantu merealisasikannya.
Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa dengan adanya beberapa program yang telah dicantumkan di atas, masyarakat khususnya generasi muda dapat mengetahui bagaimana proses terbentuknya aksara jawa, arti penting mempelajari aksara jawa, dan bagaimana melestarikan warisan budaya untuk perkembangan dan
peradaban bangsa.
Gambar kegiatan program “SI-RAJA (Edukasi Aksara Jawa)” :
Model Kartu Pintar Pembelajaran AKSARA JAWA:
DAFTAR PUSTAKA:
MPR RI. 1993. GBHN, Ketetapan MPR RI No. II/MPR/1993, Cetakan Kedua.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Rahman, Fazlur. 2009. Hadist Rosululloh. Yogyakarta: PT Tiara Wacana.
Shihab, Quraish. 1996. Islam dan Seni. Jakarta: Republika.